Tuesday, August 05, 2008

Pilihan Pilihan

Sebuah toko mainan yang tak begitu besar, namun bukannya kecil juga. Ya, cukuplah untuk memajang banyak mainan secara lengkap. Paling tidak baginya yang sedang iseng masuk ke toko mainan ini. Mungkin aneh, karena mainan biasanya diperuntukkan bagi anak-anak. Namun itulah, dia sering menyasarkan diri ke dalam toko mainan. Di dalamnya banyak fantasi dan imajinasi, pikirnya. Waktu kecil, dia jarang memiliki mainan yang seperti dipajang di toko-toko. Kebanyakan mainannya adalah buatan sendiri. Dari pelepah pisang, dari bambu, dari ujung bunga tebu, bakal kelapa yang tidak jadi dan dari apapun juga yang bisa dirangkai dan dimainkan bersama teman-temannya semasa kecil.

Sebuah miniatur dari tokoh superhero. Bajunya merah dan biru bergaris-garis perak. Nampak nyata, hanya lebih kecil. Berjejer dengan superhero yang lain. Bagus betul. Benar-benar hidup. Dengan iseng dia mengubah-ubah posisi penataan miniatur itu dalam rak. Sambil berimajinasi bahwa para superhero itu sedang bercakap-cakap, berebut mana yang pantas jadi pahlawan. Atau berebut pacar! Atau mungkin hanya obrolan tak penting diantara mereka, seperti "Kamu tadi pagi makan apa Man?".
"Ah, nggak makan terlalu banyak. Hanya sepiring paku payung dengan lauk berupa baceman seng yang ditumis dengan kecap." Jawab Ironman.

Selain hobinya yang suka mengimajinasikan hal yang bukan-bukan. Dia juga suka mengamati orang dari kejauhan. Dari sela-sela. Dari refleksi di kaca. Tapi dia bukan voyeour, atau tukang intip yang membuat masalah. Dia hanya memperhatikan saja. Mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. Bahwa manusia diciptakan tidak sama persis! Pernah, semasa dia bersekolah dulu bertemu dengan teman yang setipe dengannya. Suatu kali, di sebuah tempat perbelanjaan mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat sebuah keluarga kecil di bawah sana, sekitar 2 lantai ke bawah dari tempat mereka berdiri. Mereka mencoba men-dubbing percakapan keluarga kecil yang terdiri dari ayah yang rambutnya sudah botak, ibu dan anak perempuan yang masih kecil. Mungkin aneh bagi kebanyakan orang, hobi seperti ini. Tapi dia suka. Banyak hal yang lucu dan menarik dari banyak orang itu. Siapa mereka? Dari mana? Ke mana mereka pergi? Apakah masa kecilnya bahagia? Apa yang dipikirkannya sekarang? dan lain sebagainya. Semuanya terpampang menurut bayangannya sendiri. Imajinasinya menjadi liar. Seperti menonton film saja, dan para tokohnya ada di depan mata. Sedang berjalan-jalan entah kemana. Coba kalian melakukannya! Mungkin akan aneh. Tapi itu menarik. Malah kadang kita seperti sedang berkaca.

Whoops...
Hampir saja jatuh! Ketika seorang anak kecil yang berlari-lari kecil menyenggol dan membuatnya kaget. Dia membenarkan letak superhero yang berhasil ditangkapnya. Tidak seperti penataan di toko itu sih. Tetap dengan berhadap-hadapan. Supaya mereka lebih akrab. Daripada mereka hanya memandang ke depan, ke satu arah. Mereka nanti tidak bisa mengagumi kehebatan satu sama lain.

Anak kecil yang cantik. Bukannya memuji, tapi karena anak kecil itu memang terlihat cantik. Rambutnya panjang dihias bandana yang ditalikan di kepalanya. Menyerbu pada sekumpulan boneka yang dipajang lebih rendah. Di belakang boneka-boneka itu ada kaca cermin, sehingga wajah kecil cantik itu terpantul di cermin itu. Wajahnya berbinar-binar melihat boneka begitu banyak. Sesekali boneka yang diacak-acak itu menutupi cermin. Dia yang dari tadi memperhatikan, dan tak menghiraukan superhero dengan segala imajinasinya menjadi sedikit kecewa. Namun untungnya, cermin itu tersingkap lagi. Asik dia memperhatikan apa yang dilakukan gadis kecil itu.

Tangan-tangan kecilnya meraih boneka-boneka itu. Memilihnya satu persatu. Yang menurutnya menarik, dia perhatikan agak lama, di putar-putar dan dipandanginya dari berbagai sudut. Lalu dia mengambil yang lain, dibanding-bandingkan. Kadang diciumnya. Kadang juga dia merasa gemas, hingga kepalanya dibenamkan dalam bulu lembut boneka-boneka itu lalu tersenyum-senyum kecil.

Seorang anak kecil lagi datang. Perempuan mungil yang cantik juga. Kali ini rambutnya pendek dan berkilau. Dia hanya melihat lalu memegang beberapa boneka saja. Tak lama, dia pun mengambil satu boneka yang dianggapnya paling lucu. Gadis kecil berbandana pun raut mukanya sedikit menunjukkan kekecewaan. Mungkin boneka yang tadi dibawanya adalah boneka pilihannya, hanya saja dia masih mencoba untuk melihat yang lain. Mungkin dipikirnya, dia akan menemukan boneka yang lebih lucu. Namun ternyata, boneka yang tadi coba disisihkannya sudah dibawa orang.

Gadis kecil berbandana pun mendongakkan kepalanya, mencoba melihat gadis kecil berambut pendek yang berlari kecil pada ibunya. Wajahnya berseri-seri menemukan boneka yang lucu. Gadis kecil berbandana sedikit memajukan bibirnya. Tak lama dia sudah kembali bersama boneka-boneka dan memlilihnya satu persatu kembali. Wajahnya kembali berseri-seri. Ternyata tumpukannya masih banyak.

Anak kecil, selalu saja dengan mudah bisa melupakan sesuatu. Dia begitu yakin kalau masih ada boneka lucu untuknya, diantara puluhan boneka itu. Kenapa tidak dia bawa saja boneka yang tadi? Pikirnya dalam hati. Kenapa harus berlama-lama berpikir dan membandingkannya dengan yang lain? Bukankah cara yang dilakukan oleh gadis kecil berambut pendek tadi sangat efektif?! Tak butuh banyak waktu, dan dia segera mendapatkannya.

Dia ingat sebuah cerita kecil, tentang seorang anak kecil yang bingung menentukan akan ke tempat kakenya atau tantenya. Dan suatu malah sebelum tidur dia berdoa, begini doanya "ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWX... Ya Tuhan, silakan Tuhan susun sendiri abjad yang tadi sudah saya sebutkan, Tuhan pasti tau apa yang saya inginkan dan baik bagi saya." Keesokan harinya, dia bangun dengan segar dan sudah menentukan pilihannya.

Andai sesederhana itu...

Apa salahnya menjadi perfeksionis? Toh yang menanggung akibatnya juga yang punya sifat itu. Salah sendiri dia menjadi perfeksionis! Mungkin dalam beberapa hal itu menjadi bagus, namun di satu sisi juga bisa menjadi ganjalan. Ah, tapi anak sekecil itu apakah sudah bisa bersikap perfeksionis? Perfeksionis... selalu tenggelam dalam pilihan-pilihan.

Pilihan dengan otak dan hati beda menuturkannya. Dengan otak, mungkin bisa dituturkan dengan gamblang dan lengkap. Namun pilihan dengan hati? Susah untuk menyatakannya. Butuh banyak kata yang jika seluruh kata dalam kamus dikumpulkan pun tak akan bisa cukup. Gadis kecil berbandana itu tadi sudah mendapatkan bonekanya, otaknya sudah menentukan pilihannya. Tapi, hatinya belum. Mungkin masih bimbang dan dia berharap ada yang lebih bagus lagi boneka di sana. Mungkin lebih lucu, lebih cantik, lebih imut, lebih murah dan segala kelebihan yang lainnya. Hingga boneka pilihannya tadi diambil orang lain, dan gadis kecil berbandana akhirnya kecewa. Mungkin kecewa karena hatinya ternyata merindukan boneka itu, setelah dia pergi. Kenapa tak diambil saja tadi? Kenap harus banyak pilihan-pilihan? Mungkin itu yang ada di dalam pikirannya.


Tapi apa salahnya dengan pilihan-pilihan? Toh menentukan pilihan bukanlah perbuatan yang buruk. Paling tidak dia berpikir matang sebelum melakukan sesuatu yang dipilihnya. Dan jika begitu, pilihan-pilihan itu bukanlah antara seseuatu yang bagus dan jelek. Tapi menentukan pilihan diantara yang bagus. Karena jika ada yang jelek, sudah dipastikan akan memilih yang paling bagus. Tentu saja setelah sebuah pilihan ditetapkan, dia juga harus menerima juga sejuta konsekuensi yang mendampingi pilihannya itu.
Kenapa juga jika berpikir terlalu lama? Lagipula, pekerjaan itu yang jarang dikerjakan oleh manusia. Atau karena berpikir yang terlalu lama itu menyebabkan pilihan-pilihan itu satu persatu menjadi lenyap?
Seperti yang dialami gadis kecil berbandana tadi.

Namun jika lenyap. Bukankah masih banyak pilihan-pilihan lain yang bisa diajukan? Gadis kecil berbandana itu masih riang gembira mencari-cari apa yang dicarinya. Boneka-boneka itu masih banyak di rak itu. Jika dia berusaha lebih keras tentu akan mendapatkannya. Yang lebih baik, mungkin.

Tapi, bagaimana jika ternyata memang boneka tadi yang paling bagus? Apakah masih akan ada pilihan lain, yang paling tidak akan sama bagusnya? Sukur-sukur jika lebih bagus? Atau menunggu saja, sampai ada stock boneka baru. Tapi itu sudah tak mungkin. Bisa saja ibu gadis kecil berbandana itu sudah harus pulang untuk mengurus rumah, memasak dan lain sebagainya atau mungkin arisan dengan ibu-ibu tetangga.
Yah, bagaimana jika sudah tak ada waktu dan pilihan menjadi terbatas?

No Body's Perfect.....
Begitu kalau kata orang-orang. Di satu sisi, kalimat itu seperti menyiratkan keputus asaan. Namun di sisi lain dia menunjukkan suatu kekuatan. Entah energi itu berbentuk apa, itu adalah salah satu cara menunjukkan kekuatan dengan cara membuka kelemahannya. Memang, mungkin saja kata-kata itu tak sepatutnya selamanya jadi tameng, buat penghibur kecewa atau yang lainnya. Ini hanya masalah kesempatan. Jika masih ada yang berkata "kesempatan datang hanya sekali", itu juga tak sepenuhnya disetujui. Kesempatan itu datang berkali-kali. Dan lagi-lagi kita harus memilihnya. Memilih yang terbagus, hingga seakan-akan kesempatan itu datang hanya sekali.

Pilihan-pilihan. Ada banyak pilihan dalam rentang kehidupan manusia. Dunia hanya milik mereka yang mau memilih! Pilihan tak pernah salah. Hanya persepsi kita saja yang menganggapnya salah. Mungkin karena mencoba menutup mata terhadap segala konsekuensinya. Berarti juga dia gak siap dengan pilihannya sendiri. Yah, dia pasti akan mendapatkannya yang paling lucu, yang paling unik, yang paling cantik.... untuk dirinya. Hingga dia tak berpaling lagi pada yang lain. Memujanya setiap saat.

"Mas-mas! Mas ini mau beli apa mau jadi patung?! Dari tadi berdiri saja di sini! Anak-anak kecil pada takut, soalnya mas dikira badut! Mas juga kan yang ngobrak abrik replika ini!"

Dia kaget, tiba-tiba saja ada pelayan toko yang menegurnya. Tak terasa, sejam dia berdiri di sana.

1 comment:

Anonymous said...

perfeksionis maupun non-perfeksionis, toh resiko ditanggung sendiri to?