Thursday, July 15, 2010

Setelah Setahun

"Saya terima nikah dan kawinnya Sinta Kurniawati binti Soeyato, dengan mas kawin uang sebesar 372.009 rupiah, dibayar tunai!"

Sebuah janji yang terucap di hadapan Gusti Allah. Saya ucapkan lantang dan tegas. Leganya saat itu. Seharian yang membuat segenap pikiran saya merasa aneh. Sebuah perasaan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Jantung berdebaran seharian. Tidur pun tidak bisa, padahal ngantuknya minta ampun sesiangan itu. Menunggu malam tiba untuk acara ijab-kabul. Hanya berpikir; "Semoga semuanya lancar. Amin."

Menikah. Salah satu fase yang akan dilewati sebagian besar manusia yang hidup di dunia ini. Banyak yang merasa gamang untuk melewati fase itu. Persiapan harus juga matang. Persiapan lahir dan batin. Saya pun juga mengalaminya. Dengan berawal dari sebuah pertanyaan "Apa tujuan saya hidup?".
Jodoh, rejeki dan kematian, kata orang, itu rahasia Tuhan. Saya sering bertanya-tanya tentang hal itu. Sebelum saya "menemukan" Sinta, pertanyaan tentang hal pertama itu sangat menarik. Terlebih bagi saya yang susah untuk menghadapi perempuan. Apa yang terjadi nanti jika saya menemukan perempuanku? Ternyata memang tak jauh-jauh dari perkiraan saya. Saya pun canggung. Melakukan tindakan-tindakan yang tak terkontrol. Hihihi.... banyak hal lucu di sana terekam dalam kenangan kami.

Seperti halnya pasangan jaman sekarang yang akan melangsungkan pernikahan. Kami pun membuat album foto pra nikah kami. Istilah kerennya sih; pre-wed. Mengenai ide dan konsep, calon istri saya waktu itu menyerahkannya kepada saya. Namun, walaupun calon istri sudah mempercayakannya pada saya, saya tetap harus berdiskusi dengannya. Maka didapatlah konsep candid, alias pengambilan gambar secara sembunyi-sembunyi tentang tingkah polah kita berdua. Alasan kenapa pakai candid hanyalah, karena saya sendiri sebenarnya phobia untuk difoto. Saya kurang menyukai difoto. Karena saya tak pandai bergaya. Gaya saya standar-standar saja. Namun jika kalian menemukan gaya-gaya saya yang tak standar dalam foto-foto di bawah ini, sudah pasti itu karena pengaruh Sinta yang memang gemar difoto dan pandai bergaya. Memang dia punya kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi saya di beberapa hal.

Saya pun menghubungi Oki, teman akrab saya semasa kuliah sampai sekarang. Saya dan Oki sudah akrab sejak masuk kuliah dulu, selain si Fitria "Titrit", yang di berbagai acara kami selalu pergi bertiga. Kadang ikut juga si Benny, teman kami yang lucu. Dan sudah dapat diduga, saya pun dulu canggung sewaktu pertama kali menghadapi Oki dan Fitria hehehehe....

Konsep yang saya inginkan ternyata cukup rumit. Mungkin karena bahasa verbal saya yang kurang mumpuni. Ditambah intonasi suara saya yang sering tumpang tindih. Jangankan lawan bicara, saya saja kadang bingung dengan omongan saya sendiri (glodaxs...!!!).
Konsep candid yang kami inginkan adalah di keramaian. Maka kami gunakan tempat-tempat umum... ssttt... secara sembunyi-sembunyi. Lha wong namanya juga candid.
Maksudnya, kami ingin "sedikit" menghindari foto-foto indah yang sering dipakai dalam foto-foto pre-wed. Foto indah yang sepertinya dunia milik berdua, di dunia antah barantah dengan background indah, langit cerah, sejuk, romantis.... walaupun masih ditemukan juga dalam foto-foto kami.

Karena sudah dekat, Oki pun juga sering melempar ide. Dan ternyata, suaminya Oki, mas Desi Suryanto, juga ikut nimbrung menyampaikan ide dan ikut motret! Waaaahhh!!! Surprise! Sepasang suami istri jagoan motret yang memotret kami. Dan yang tak kalah surprise, ternyata foto-foto itu dinyatakan sebagai hadiah pernikahan buat kami.
Suatu saat kami akan melihat-lihat kembali foto-foto ini, bersama putra atau putri kami. Sambil bercerita bahwa orangtuanya punya teman-teman yang baik dan menyenangkan.

Di hari H, kami sudah siap pagi-pagi di rumah Oki-Desi. Berdandan sekenanya. Tak banyak pakaian kami persiapkan. Kami ingin natural. Oki pun ikut mendandani Sinta. Sementara Desi sudah berangkat ngantor, siangnya baru akan bergabung dengan kami.
Seharian kami berfoto. Tingkah polah kami diabadikan Oki-Desi dengan 2 kamera SLR-nya. Desi, walaupun sedang bertelephon, tiba-tiba mengarahkan kameranya pada kami yang tengah bergurau. Mulanya kami tak sadar. Atau Oki, yang disaat kami berjalan, diam-diam sudah mengambil beberapa gambar diantara keramaian. Itulah beberapa gambaran dalam proses pemotretan kami.
Tak lupa, Arif "DJ Bachox's" Wicaksono turut memberikan nuansanya dengan tulisan yang mengiringi foto-foto itu secara berurutan.

Album ini kami taruh di depan pintu masuk, seweaktu resepsi. Bagi mereka yang belum sempat menikmati, silakan melihat-lihat di sini:

Mengambil lokasi di warung dawet Langenastran, dekat bengkel kereta api, Jogjakarta.
Siang hari, setelah capek berfoto di stasiun tugu, kami menikmati es dawet di sini. Di bawah pohon yang rindang. Tak lupa kami berfoto-foto.
Tak lupa Oki menambahkan sesuatu dalam finishing touch di foto itu.... hehehehe...
Dadi bakul dhawet yo Ki...


Berlokasi di Bale Bengong, jalan Kalasan.
Sebuah rumah makan bernuansa Bali dengan sawah disekelilingnya. Di sini pun kami berfoto secara sembunyi-sembunyi.
Masih di Bale Bengong.
Suasana di sini memang menyenangkan, dengan gazebo-gazebo yang tersebar di rumah makan ini.
Tak jarang, kami dan fotografer bermain tanda.
Karena tak harus yang bernyawa yang perlu masuk dalam sebuah foto. Benda mati pun punya cara sendiri untuk berbicara.
Silakan menafsirkannya sendiri.

Beristirahat setelah berjalan-jalan di Malioboro.
Atas rekomendasi Oki, kami mampir di rumah makan Cirebon, di depan bioskop Indra - Malioboro.
Foto-foto di sini lebih banyak didominasi atas inisiatif fotografer.
Kami memang diarahkan untuk bergaya, namun beberapa foto diambil secara candid oleh Oki-Desi.
Hasilnya, artistik dan menarik. Bener-bener candid!


Stasiun Tugu, Jogjakarta.
Kami sempat dipergoki oleh salah seorang petugas PJKA di sana.
Hehehe.... Walaupun begitu, tetap tak menyurutkan semangat kami untuk berfoto.
Stasiun adalah tempat yang penuh kenangan bagi kami.
Ini adalah pengambilan foto dimana kami benar-benar "dipaksa" untuk bergaya.
Sinta mungkin tak masalah. Tapi itu masalah buat saya. Saya tak bisa bergaya!
Oki pun sempat kewalahan mengarahkan gaya saya
(hehehe.... sori yo Ki!... lha kowe ki yo malah melu ngguyu!)

Sekali lagi keluarga Oki menampakkan "kejahilannya".
Lihat saja poster film di bioskop Indra yang terpampang.
Kami akan selalu tertawa-tawa kalau melihat foto-foto ini.

Salah satu benda paling penting bagi kami.
Jogja-Solo, dihubungkan oleh kereta api Prambanan Ekspress (PRAMEKS).

Stasiun dan suara kereta benar-benar menjadi kenangan bagi kami.


Dan, tak terasa. Di akhir pemotretan Oki-Desi kehabisan film.... eh, itu kamera digital dink. Maksudnya kehabisan space dalam memory card kamera SLR mereka. Setelah dicek, masing-masing kamera ternyata sudah mengambil 1000 gambar saya dan Sinta.
Yak Ampun!!! Jadi ada ribuan kali saya di foto dalam sehari!!!

Doakan kami selalu bahagia. Dan akan terus bahagia.

Apalagi menanti buah hati kami yang akan segera hadir.



Terimakasih buat teman-teman semuanya.
Terimakasih banyak